Peran daging unggas, khususnya ayam sedang dan akan semakin besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat, nasional maupun global. Industri perunggasan maupun konsumsi daging unggas di Indonesia juga terus berkembang cukup pesat sehingga perlu pula menjaga daya saing di pasar nasional dan global.
Pengembangan produksi unggas di Indonesia bertumpu pada usaha peternakan rakyat yang berangkat dari kesederhanaan teknologi tradisional. Intensifikasi produksi dalam kondisi keterbatasan permodalan dan inovasi teknologi menimbulkan kerawanan dalam hal mutu dan keamanan pangan. Pada hal di tengah persaingan pasar dunia, jaminan mutu dan keamanan pangan sangat krusial untuk menjaga daya saing.
Dalam kenyataan sekarang yang masih penuh keprihatinan mengenai mutu dan keamanan pangan daging unggas, khususnya daging ayam di negeri ini, masih relevan menyimak tuntunan yang disampaikan melalui orasi ilmiah Prof. (Riset) Abubakar dari Balai Besar Pascapanen Pertanian, Bogor beberapa tahun lalu (2009). Dikemukakan bahwa karkas ayam mudah rusak karena mengandung air 65-70%, protein 19-22%, lemak 10-12%, dan mineral 1-2%, sehingga mudah bereaksi, terdegradasi, mendorong aktivitas enzim, serta merupakan media yang subur bagi pertumbuhan mikroba. Maka untuk menghasilkan karkas yang memenuhi syarat aman, sehat, utuh dan halal (ASUH), tatalaksana pemotongan ayam harus memenuhi syarat.
Diingatkan, rumah potong ayam tradisional yang belum memenuhi persyaratan memungkinkan terjadinya pemasaran ayam mati kemarin (tiren), yaitu ayam mati di kandang atau pada saat pengangkutan. kemudian dipotong dan diperjualbelikan. Ciri khas penampilannya: karkas memar, daging kuning merah gelap, terdapat cairan warna gelap, hati coklat hitam, pembekuan darah pada usus, bau abnormal, konsistensi lemah, kerusakan pada kulit dan daging, uji Postma positif, pH 5-7, dan jumlah bakteri 1,02 x 1010 hingga 1,14 x 1010.
Dinyatakan, indikator mutu karkas ayam meliputi tiga parameter. Pertama, mutu fisik, yaitu keutuhan fisik, warna, penampakan, kesegaran, keseragaman bentuk, dll. Kedua, mutu kimia, yaitu kandungan gizi, aroma, rasa, bebas cemaran logam berat. Dan ketiga, mutu biologi, yaitu bebas dari kontaminasi mikroba patogen. Ini dapat dicapai dengan inovasi teknologi pascapanen dan penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) mulai pemotongan hingga transportasi.
Berikut ini beberapa tips inovasi teknologi pascapanen yang disampaikan oleh Prof. Abubakar, mulai dari pemotongan, pencabutan bulu ayam hingga penyimpanan dan transportasi karkas ayam untuk mengurangi tingkat kerusakan, mempertahankan mutu dan meningkatkan nilai ekonomi karkas ayam.
Sebelum dipotong ayam harus diistirahatkan 12-24 jam untuk menghindari stres. Stres pada ayam mengakibatkan terjadinya perubahan glikogen menjadi asam laktat sehingga pH daging turun menjadi 5-6, memberi peluang perusakan oleh bakteri dan mikroorganisme lain. Kerugian akibat kerusakan fisik pada karkas selama pemotongan ayam mencapai 10-20%.
Memar pada paha dan dada oleh kepadatan populasi, angkutan dan sebagainya pada 1-13 jam sebelum pemotongan harus dihindari karena selalu menimbulkan kerugian besar. Setelah pemotongan ayam harus digantung agar darah dapat keluar dengan cepat dan sebanyak mungkin. Darah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pemotongan dilakukan pada arteri karotis, vena jugularis dan oesofagus agar darah dapat keluar cepat (60-120 detik) dan semua, sehingga karkas yang bersih dan sehat.
Rujukan:
http://tabloidsinartani.com/read-detail/read/cara-inovatif-meningatkan-mutu-karkas-ayam/
02:33 WIB | Senin, 10 Maret 2014 | Teknologi, Iptek |
bagus banget infonya
ReplyDeletecasing sosis