Home » , , , » Kendala Usaha Ternak Itik dan Cara Mengatasinya

Kendala Usaha Ternak Itik dan Cara Mengatasinya


Itik merupakan salah satu unggas yang berperan tinggi dalam rangka mendorong kecukupan daging sebagai sumber protein hewani di Indonesia. Itik sudah dari abad 18 dan 19 hidup di daerah pesisir pulau Jawa. Pada zaman pra kemerdekaan itik di pelihara oleh orang Cina bukan orang pribumi, hanya saja itik belum berkembangbiak dengan baik. Itik hanya di kembangkan di Bogor, Semarang sampai akhirnya berkembang di mana-mana.

Di zaman kolonial dulu, para peneliti Belanda mengembangbiakan itik di Bogor sebagai sumber pangan pada saat itu. Jauh dari itu pada saat kemerdekaan, Belanda meninggalkan tanah kita sehingga perkembangan itik berhenti pada tataran yang rendah. Sehingga pada awal kemerdekaan, bangsa Indonesia belum mempunyai sarjana/ahli di bidang itik untuk mengembangkan lebih lanjut.
Pada saat Pak Suharto memimipin negeri ini, unggas itik mulai ramai. Tidak dipungkiri, latar belakang Pak Presiden adalah anak dari seorang peternak-petani sehingga antusiasme dalam membangkitkan sektor pertanian dan peternakan semakin kuat. Suharno dan Amri, (2010) Saat itu pula para ahli bidang perunggasan mulai muncul dan mengembangbiakan Itik. Pada tahun 1980 sampai 1990 itik sudah mudah dijumpai di mana-mana.
Dengan melihat sejarah singkat diatas, pertanyaanya mengapa itik di Indonesia tidak berkembang secepat ayam buras? Apakah yang perlu dibenahi para peternak itik agar namanya tetap eksis? Bagaimana cara mendapatkan itik yang mempunyai performans tinggi?

Baiklah, untuk menjawab pertanyaan di atas kiranya kita harus merenung dan melihat realitas yang ada di masyarakat. Di Indonesia itik/bebek masih di anggap ternak yang tidak potensial untuk masa yang akan datang. Hal ini di tandai oleh produsen maupun konsumen (masyarakat) yang enggan memeliharanyasebagai pekerjaan tetap. Berangkat dari pengalaman, produsen/peternak mempunyai anggapan bahwa beternak itik mempunyai kelemahan yang besar, itik adalah hewan rakus yang dapat menghabiskan 50% biaya pakan lebih besar dibanding ayam buras, sudah rakus di tambah itik mudah setres jika lingkungan kurang mendukung, serta mortalitas tinggi untuk Day Old Duck (DOD/meri), serta susah untuk mendapatkan bibit itik yang unggul.

Sedang paradigma konsumen atau masyarkat banyak menganggap daging itik alot/keras, berbau amis dan warna tidak menarik atau gelap. Sehingga baik konsumen atau produsen enggan konsisten dalam pengembangbiakan itik, mereka lebih memilih beralih ke ayam buras.

Saat ini banyak program yang menawarkan kepada peternak dalam rangka mencapai keberhasilan jangka pendek dan jangka panjang, salah satu program itik di Indonesia adalah INTIK (Intensifikasi Ternak Itik). Intensifikasi artinya ternak tidak di umbara atau berpindah tempat satu ke tempat lain dalam mencukupi keutuhan pakan. Jadi itik sudah disediakan makanan dan tempat tinggal oleh pemilik. Dahulu kala sampai sekarang itik masih ada yang memellihara dengan cara di umbara maupun sistem lanting yang masih terdapat di Kalimantan yang merupakan daerah rawa. Hal tersebut di jalankan untuk menghemat biaya pakan yang terlalu membengkak.

Murtidjo, (1988) program INTIK mempunyai keuntungan lebih tinggi dibandingkan sebelumnya (Ekstensif). Untuk pemeliharaan ekstensif sudah mulai berkurang karena para petani sudah menggunakan berbagai pestisida sehingga peternak itik enggan menggembalakannnya, lahan sawah atau pertaniaan semakin sempit, sistem irigasi dapat memacu masa panen yang sering sehingg biji yang tercecer di tanah tidak lama kemudian langsung diolah kembali oleh petani, cara panen padi dulu menggunakan ani-ani sekarang telah di ganti menggunakan mesin, dan status sosial pemuda yang enggan beternak itik. Akan tetapi dengan tidak membenarkan program di atas adalah kunci dalam merebut kesuksesan satu-satunya. Karena program di atas di dalamnya mempunyai berbagai manajemen yang perlu diperhatikan, seperti manajemen pemilihan bibit, pemeliharaan, pengendalian penyakit dan lain sebagainya.
Daerah sentra peternak itik dan penghasil bibit itik (Day Old Duck/DOD) dan itik siap dibesarkan atau itik siap bertelur (meri) adalah di Alabio-Kalimantan Selatan, Cirebon, Cimalaya-Jawa Barat, Tegal-Jawa Tengah, dan Mojosari-Jawa Timur. Perlu di pahami dalam menjawab pertanyaan di atas agar peternak tahu betul kendala-kedala yang akan bermunculan di masa mendatang. Pertama, manajemen pemilihan bibit. Menutu Dr. Rasyaf (1982) kriteria bibit DOD yang unggul sebagai berikut :
1.    badan terlihat tegak dengan kaki yang simetris
2.    kriteria sehat dengan tanda-tanda mata bulat jernih, bersinar, tidak sayu, agak cembung, serta tidak mengeluarkan cairan dan kotoran
3.    rongga perut terasa kenyal jika di tekan pelan-pelan
4.    bulu kering, tebal, dan menutup rata
5.    tidak sering bersin dan mengeluarkan cairan dari hidung
6.    bagian dubur dan pusar kering
7.    kedua mata normal, maksudnya mata membuka sempurna paruh dan sayap menutup simetris, kaki tidak pinjang atau bengkok

Setelah DOD di dapat, tahap selanjutnya adalah penangan On Farm salah satunya manajemen pemelharaan. Di dalam manajemen pemeliharaan itik idealnya DOD seragam, Jenis kelamin seragam, tempat pakan dan minum (3-4 tempat paka /50 ekor), kepadatan kandang 10-15 ekor/m2 tidak masalah untuk itik umur 4-6 minggu, bentuk pakan (tercampur sempurna), abnormalitas dan penyakit, pencahayaan serta suhu pada kandang.
Calon induk itik ada dua macam yaitu induk untuk produksi telur konsumsi dan induk untuk produksi telur tetas. Perawatan keduanya sama saja, perbedaannya hanya pada induk untuk produksi telur tetas harus ada pejantan dengan perbandingan 1 jantan untuk 5 – 6 ekor betina.
Reproduksi atau perkembangbiakan dimaksudkan untuk mendapatkan telur tetas yang fertil/terbuahi dengan baik oleh itik jantan. Sedangkan sistem perkawinan dikenal ada dua macam yaitu itik hand mating/pakan itik yang dibuat oleh manusia dan nature mating (perkawinan itik secara alami).
Melihat ktiteria - kriteria di atas maka diharapkan itik peliharaan mempunyai produktifitas yang tinggi baik telur ataupun dagingnya. Juga peternak akan mendapatkan kualitas itik dengan pertumbuhan cepat. Sehingga dengan memahami teori yang begitu singkat ini, diharapkan para pemula usaha pengembangbiakan itik dapat lebih menikmati manfaatnya.
Sumber :

  1. Murtidjo, B.A. 1988. Seri Budi Daya : Mengelola Itik. Kanisius. Yogyakarta
  2. Suaharno, B dan Amri, Khairun. 2010. Panduan Beternak Itik Secara Intensip. Penebar Swadaya. Jakarta
  3. Rasyaf, Muhammad. 1982. Beternak Itik. Kanisius. Yogyakarta


  

1 comments:

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Nurohmat 'Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger